Rupiah Bergejolak Sepanjang Januari 2025: Dolar Nyaris Sentuh Rp16.400, Apa Penyebabnya?

Nilai tukar rupiah mengalami gejolak sepanjang Januari 2025, hampir menyentuh Rp16.400 per dolar AS. Apa penyebabnya? Simak analisis lengkap tentang dampak kebijakan Trump dan The Fed terhadap rupiah di sini.

Februari 1, 2025 - 20:27
 0
Rupiah Bergejolak Sepanjang Januari 2025: Dolar Nyaris Sentuh Rp16.400, Apa Penyebabnya?

Jakarta IDNpride – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami gejolak sepanjang Januari 2025, tertekan oleh berbagai sentimen global. Sepanjang bulan ini, mata uang Garuda melemah secara bertahap hingga hampir menembus angka Rp16.400 per dolar AS.

Berdasarkan data Refinitiv, pada perdagangan terakhir Januari (31/1/2025), rupiah tercatat di level Rp16.295 per dolar AS, melemah 0,25% dalam sehari dan terkoreksi 1,27% sepanjang bulan. Faktor eksternal menjadi pemicu utama pelemahan ini, terutama kebijakan ekonomi AS di bawah pemerintahan baru Donald Trump serta meningkatnya ketidakpastian global.

Dolar AS Melonjak Jelang Pelantikan Trump

Kenaikan signifikan dolar AS terjadi pada 17 Januari 2025, tepat sebelum Donald Trump dilantik kembali sebagai Presiden AS. Saat itu, dolar mencapai Rp16.360 per dolar AS, menjadi level tertinggi sepanjang bulan.

Para pelaku pasar bereaksi terhadap potensi kebijakan proteksionisme Trump, yang diperkirakan akan berdampak besar terhadap perdagangan global. Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian adalah rencana tarif impor tinggi yang dapat meningkatkan inflasi di AS dan mendorong The Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga lebih lama.

Trump sebelumnya telah menyatakan akan mengenakan tarif 10-20% pada semua barang impor, serta tarif hingga 60% pada produk dari China. Selain itu, ia juga mengancam akan mengenakan tarif 25% pada barang dari Kanada dan Meksiko jika kedua negara gagal mengatasi aliran narkoba dan imigrasi ilegal ke AS.

Meski kebijakan ini belum langsung diterapkan setelah Trump resmi menjabat, pasar tetap cemas dengan langkah-langkah ekonomi yang akan diambil. Trump bahkan mengumumkan pembentukan Layanan Pendapatan Eksternal untuk mengelola tarif dan pajak dari impor.

"Untuk tujuan ini, kami membentuk Dinas Pendapatan Eksternal untuk mengumpulkan semua tarif, bea, dan pendapatan. Akan ada sejumlah besar uang yang mengalir ke kas negara kita, yang berasal dari sumber-sumber asing. Impian Amerika akan segera kembali dan berkembang pesat seperti sebelumnya," ujar Trump dalam pidatonya.

Ketidakpastian Global dan Inflasi AS Memanaskan Pasar

Sebelum pelantikan Trump, ketegangan di Timur Tengah dan data inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan turut mendorong penguatan dolar.

Pada Desember 2024, tingkat inflasi tahunan AS naik ke 2,9% dari 2,7% di bulan sebelumnya, sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi yang lebih tinggi memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih lama, memperkuat nilai dolar terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Bahkan pada 16 Januari 2025, sehari sebelum dolar mencapai puncaknya, mata uang AS diperdagangkan di level Rp16.355 per dolar AS. Kenaikan harga energi dan sektor perumahan di AS menjadi penyumbang utama lonjakan inflasi, yang mempersempit peluang The Fed untuk segera menurunkan suku bunga.

Namun, setelah mencapai level tertinggi, dolar AS mulai melemah menjelang akhir Januari. Pada 24 Januari 2025, rupiah sempat menguat ke Rp16.170 per dolar AS, didukung oleh beberapa sentimen positif.

Dua Sentimen Positif yang Mendorong Rupiah

Meskipun sepanjang Januari rupiah tertekan, ada dua faktor yang sempat memberikan harapan terhadap penguatan mata uang Garuda.

  1. Pelantikan Trump dan Sikap Pasar yang Lebih Optimis
    Meskipun kebijakan Trump cenderung proteksionis, pasar merespons pendekatan ekonomi konservatif yang tetap mempertahankan kebijakan fiskal populis. Indeks dolar AS (DXY) stabil di kisaran 108, memberikan sedikit ruang bagi penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

  2. Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Indonesia
    Pemerintah Indonesia melanjutkan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mewajibkan 100% dolar hasil ekspor disimpan dalam sistem keuangan domestik selama satu tahun. Langkah ini bertujuan memperkuat fundamental ekonomi dan meningkatkan likuiditas dolar di dalam negeri.

Namun, penguatan rupiah hanya bersifat sementara. Setelah The Fed mengumumkan kebijakan suku bunga, dolar kembali menguat, menekan rupiah ke level yang lebih rendah.

The Fed Tahan Suku Bunga, Dolar Kembali Menguat

Pada rapat pertama The Federal Open Market Committee (FOMC) di bawah pemerintahan Trump, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga, mengakhiri spekulasi tentang kemungkinan penurunan dalam waktu dekat.

Keputusan ini bertentangan dengan keinginan Trump yang menginginkan suku bunga lebih rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Namun, Chairman The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa kebijakan moneter saat ini masih sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada.

"Kami merasa tidak perlu terburu-buru untuk melakukan penyesuaian apa pun. Saat ini, kami merasa kami berada di posisi yang sangat baik. Kebijakan ini sudah diposisikan dengan baik dan ekonomi berada dalam posisi yang cukup baik," kata Powell dalam konferensi pers, dikutip dari CNN International.

Keputusan The Fed mempertahankan suku bunga membuat indeks dolar AS (DXY) tetap tinggi, sehingga rupiah kembali tertekan.

Apa Reaksi Anda?

Menyukai Menyukai 0
Benci Benci 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0